Masjid Pangeran Diponegoro
Masjid Pangeran Diponegoro berdiri di atas lahan seluas 2.850 m2 dengan
luas bangunan 760 m2 dan terdiri dari dua lantai. Lantai satu untuk para
jamaah, tempat wudhu, kamar mandi, ruang tunggu, perpustakaan, gudang,
dan dapur; sedang lantai dua tempat imam, khatib, mihrap, serta menara
berbentuk kubah berketinggian 26 meter untuk mengumandangkan adzan.
Arsitekturnya diambil dari bentuk kebanyakan masjid di Indonesia,
seperti masjid Al Azhar, Jakarta, dan masjid Syuhada, Yogyakarta.
Pembangunannya dilaksanakan tahun 1973 dan diresmikan tahun 1975 oleh
Presiden Soeharto. Pangeran Diponegoro dipilih sebagai nama masjid
karena pertimbangan untuk mengabadikan nama seorang tokoh pahlawan
nasional yang sekaligus pemimpin agama Islam yang bersama masyarakat
Yogyakarta gigih melawan penjajahan Belanda.
Bangunan yang terletak di depan sebelah kanan gedung Sasana Kriya dan
berbatasan dengan gereja Santa Chatarina—yang berarti menempati urutan
pertama deretan rumah ibadah dari gerbang utama—ini dimaksudkan sebagai
simbol kerukunan umat beragama di Indonesia. Masjid ini tidak hanya
digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat Islam di lingkungan TMII,
tetapi juga bagi pengunjung dan masyarakat sekitarnya, baik perorangan
maupun berjamaah, termasuk salat Jumat (jumatan) dan salat tarawih pada
bulan Ramadhan. Namun untuk hari-hari besar, seperti Idhul Fitri dan
Idhul Adha, pelaksanaan salat dilakukan di Plaza Tugu Api Pancasila.
Ceramah keagamaan yang bertujuan untuk menambah pengetahuan atau sekedar
mengingatkan kembali aturan kehidupan dalam beragama pun dilaksanakan
di masjid ini.
Selain kegiatan rutin keagamaan, masjid Pangeran Diponegoro juga bisa
digunakan untuk akad nikah yang dapat dilanjutkan dengan syukuran, baik
secara sederhana maupun agak meriah, dengan menambahkan tenda atau—bila
berniat melanjutkan resepsi— menggunakan Sasana Utomo ataupun Sasono
Adiguno yang berjarak sekitar 100 meter.
Bangunan masjid ini tidak memiliki hiasan dekoratif, atapnya berbentuk
setengah bola (doom) menyerupai gaya Bizantium yang dipengaruhi struktur
ruangan Pantheon (Yunani Kuno), yang mengandung makna bahwa kehidupan
manusia merupakan bagian kecil dari struktur alam semesta dan bernaung
di bawahnya.
0 comments:
Post a Comment